Blog kumpulan puisi yang terinspirasi dari cerita pribadi. Milik satu laki-laki kreditur panci yang bau terasi dengan gombalan basi. Follow saya di Instagram dan Twitter! @aryudananta
Selasa, 26 Maret 2013
Jumat, 15 Maret 2013
Diusir Senja
Dalam rumah sepi
Sepi tanpa inspirasi
Riuh tercemar para budak
Manis wajahnya tak nampak
Mencari bangku taman kosong
Pandangi setiap pasang datang
Kanan kiri bergadengan
Tunjukkan pada semua orang
Semua duduk terisi
Empat kaki menguasai
Kursi berporsi empat pantat
Itupun saling rapat
Lutut lelah memutar
Badan terududuk tanpa sadar
Pada kokoh pohon bersandar
Sinar surya tak memapar
Lekas hasta meraba saku
Maksud hati pungut pena
Ternyata lupa tak terbawa
Tertinggal di punggung meja
Bosan, netra bekerja
Mencari objek untuk mata
Agar tak nampak gila
Buat pejalan tertawa
Saat lubang hidung menghadap depan
Mata hendak menatap awan
Terhalang dedaunan rindang
Payung subur tak berlubang
Satu titik merah jambu
Terlihat diantara daun beribu
Tegak sepasang kaki bertumpu
Mencengkram ranting lugu
Burung yang cantik
Bersiul-siul merdu
Nyanyikan sebuah lagu
Temukan hati baru
.
Kala senja berangsur tiba
Cerah mentari berganti jingga
Kau mulai samar terlihat
Hampir tak tercatat
Sementara aku ingin berlalu
Pergi, namun bersamamu
Kuberi kau tempat nyaman
Tertutup dalam kandang
Rasa hati ingin membidik
Kan kubawa saat mudik
Takut menyakitimu
Timbulkan luka baru
Pohon ini terlampau tinggi
Tak mampu kiranya kujelajahi
Datangi ranting tertinggi
Untuk menggenggamu sebelum pergi
Yang aku takut benar terjadi
Kau terbang menjauh pergi
Belum sempat aku bersamamu
Hanya pandangi cantikmu
Dada rasa sesal
Bergetar tangan yang mengepal
Pukul batang tanda kesal
Kau terbang tak terkawal
Cerita dalam Puisi
Aku menyukainya, Tuhan.
Cerita yang telah kau buatkan
Sedih tawa bergantian
Ada soal yang harus kukerjakan
Rangkaian cerita berurutan
Gerbong-gerbong saling bergandengan
Tertarik lokomotif dari depan
Ikuti rel yang terpapan
Aku menemukannya, Tuhan
Hal yang benar kuinginkan
Diujung suatu pekan
Sungai sapa lautan
Masih di taman yang sama
Di bangku ujung utara
Hanya genggam satu pena
Secarik kertas tanpa warna
Menulis sajak-sajak kecewa
Mereka tak jadi tiba
Hanya tengok dan berlalu
Tolak tetap melaju
Dua bait berlalu
Setelah beberapa syair pembuka
Datanglah sajak utama
Halaman tengah cerita
Ombak di tepi pantai
Tak pernah sampai
Seakan-akan hendak hadir
Hanya sentuh bibir
Seperti angin berlarian
Kencang tanpa tujuan
Hanya belai kulit sejenak
Nyaman, masa tak banyak
Mengulang bait ketiga
Aku menemukannya
Tak sekadar sapa berlari
Disini, tak berganti
Aku ingin kau tetap disini
Tuntun setiap langkahan kaki
Walau berjam satu inci
Sampai aku mampu berlari
Mari berlari bersama
Sampai ujung pada cerita
Hingga akhir bait ini
Teruskan di halaman berganti
@aryudananta
Rabu, 06 Maret 2013
waktu kau suara
Aku gagal dua kali
Dihukum empat kali
Harapnya bisa terbagi
Jauh dari mimpi
Aku selesai di kunci
Tak sama berlalunya hari
Kakiku menapak cepat
Dorong mereka merapat
Mengapa sekarang tak mampu
Coba ulangi hasil lalu
Hasil dekat empat angka
Paksa raksasa garuk kepala
Saat ditarik mendadak
Tengah hati hendak beranjak
Belum duduk di tempat nyaman
Tak dapat erat genggaman
Aku jatuh di jalan awal
Bukan kerana lemparan rudal
Lemah di lututku
Menyapa untuk batu
Di pertiakan ke dua
Belum penuh siapkan raga
Wasit selesai tarik pelatuk
Hadapkan wajah semula tunduk
Mereka berlari memabuk
Tanpa bunyi
dalam sabuk
Belum penuh benar berlalu
Tinggalkan banyak debu
Tertepi, kembali bertepi
Teracun asap mereka berlari
Pemegang senapan tak percaya
Ada pencurang di lintas kita
Aku di sini
Menunduk sepi
Tanpa rekan sekali
Lalatpun pergi
Aku gagal dua kali
.
Esok harus kembali
Pertemuan korek untuk api
Turun di jalan peraduan
Cari garis akhiran
Aku cinta malam ini
Tahan angka tak ingin tidur
Masih terbuka tak mendengkur
Tahan mata buka catur
Tapi pukul hidup berputar
Terpaksa jalan walau sukar
Mengapa tetap datang fajar
Walau coba netra menghindar
Menyandari bangku tunggu
Nanti jadwal dalam waktu
Adu tak yakin berhasil madu
Ulang dingin pekan lalu
Warga neraka bisiki hati
“Kau tak bisa
cepat berlari !”
“Jatuhkan semua
mereka !”
“Atau gagalmu
kembali tiba !”
Membuka otak tuk curang
Buat mereka tumbang
Aku akan menang
Pemutus tali terdepan
Tak lama seseorang datang
Anak tetangga nomor delapan
Dia bukan datang dari surga
Karena dia manusia
Dia tinggal kata untukku
“Betapa miskin
dirimu”
“Sengaja ambil
haram”
“Hanya untuk
satu menang”
“Kau bukan
seperti mereka”
“Kau pernah
juara”
“Tanpa alat
benda tertentu”
“Hanya gunakan
dirimu”
Dia katakan aku bisa
Tenang hati baja
Kuasai penuh arena
Kenali detil titiknya
Minta tetap
gunakan diriku
Bukan apapun selain itu
Jalan-jalan terobosan
Kapsul-kapsul kuatkan tahan
.
Peraduan bermula
Terdengar ledakan senjata
Berlari tergesa
Upayakan rendah bersama
Tanpa paksa tumbang
Berusaha tetap menang
Silangkan kaki lebih cepat
Jadikan depan mendarat
Ayunkan kaki tangan
Naikkan nafsu berduluan
Hanya kalahkan mereka
Tanpa ada buat cedera
Hanya mantapkan kaki
Jalan tikungpun ikuti
Diujung aku tiba
Sebelum mereka bernada
Dan aku menang!
Tanpa mistis tak ada curang
Berkat lisan-lisanmu
Sulut semangat dalam haru
Suguhkan rima ini padamu
Terimakasih kuatkan layu
Lisan lanjut ku tunggu
Terimalah kasihku, mana kelingkingmu?
Follow: @aryudananta on twitter
Sabtu, 02 Maret 2013
Poetry for Fatin
Saat sabit bergilir fajar
Tetap memegang pena bergoyang
Walau pagi ‘kan menjelang
Aku menulis tentangmu
Tentang malam bersamamu
Indah penuh senyum
Nyaris tanpa lamun
Kau sangat anggun
Sang mawarpun tertegun
Sampai melati meminta ampun
Membuat para pria terhuyun
Nadamu kuasai seluruh ruang
Menarik suara setiap orang
Dengan lirik-lirik matang
Memaksa dia pergi menghilang
Kau bius empat juri
Untuk berikan ibu jari
Pastikan kursi yang aman
Hindari paksaan pulang
Dan kau lah Fatin.
Pelantun nada luar biasa
Suara itu hanya miliknya
Tak seorangpun ‘kan punya
Ternyata kau lah Fatin.
Kau membuatku yakin
Selamanya kau di panggung ini
Tak tergeser abad berganti
Kau memang Fatin.
Menginspirasi puluhan rima
Menulis sampai pagi buta
Habiskan banyak kertas dan pena
Ini untukmu, Fatin.
Sajak di malam dingin
Tercipta setelah tertuju mata
Setelah masuki gendang telinga
Karenamu, Fatin.
Aku ingin cepat terlelap
Bertemu denganmu sekejap
Walau dalam mimpi gelap
Harapku sebagai penyair
Aku ingin kau hadir
Lantunkan syair-syairku
Dengan nada-nada merdu
Meski rasa tak mungkin
Tapi aku tetap yakin
Kau akan baca rimaku
Buat nada-nada baru
Walau sekadar mimpi maya
Harapku menjadi nyata
Keajaiban itu pasti ada
Suatu masa ‘kan tiba
Made by: @aryudananta
Langganan:
Postingan (Atom)