Jumat, 15 Maret 2013

Diusir Senja


Dalam rumah sepi
Sepi tanpa inspirasi
Riuh tercemar para budak
Manis wajahnya tak nampak

Mencari bangku taman kosong
Pandangi setiap pasang datang
Kanan kiri bergadengan
Tunjukkan pada semua orang

Semua duduk terisi
Empat kaki menguasai
Kursi berporsi empat pantat
Itupun saling rapat

Lutut lelah memutar
Badan terududuk tanpa sadar
Pada kokoh pohon bersandar
Sinar surya tak memapar

Lekas hasta meraba saku
Maksud hati pungut pena
Ternyata lupa tak terbawa
Tertinggal di punggung meja

Bosan, netra bekerja
Mencari objek untuk mata
Agar tak nampak gila
Buat pejalan tertawa

Saat lubang hidung menghadap depan
Mata hendak menatap awan
Terhalang dedaunan rindang
Payung subur tak berlubang

Satu titik merah jambu
Terlihat diantara daun beribu
Tegak sepasang kaki bertumpu
Mencengkram ranting lugu

Burung yang cantik
Bersiul-siul merdu
Nyanyikan sebuah lagu
Temukan hati baru
.
Kala senja berangsur tiba
Cerah mentari berganti jingga
Kau mulai samar terlihat
Hampir tak tercatat

Sementara aku ingin berlalu
Pergi, namun bersamamu
Kuberi kau tempat nyaman
Tertutup dalam kandang

Rasa hati ingin membidik
Kan kubawa saat mudik
Takut menyakitimu
Timbulkan luka baru

Pohon ini terlampau tinggi
Tak mampu kiranya kujelajahi
Datangi ranting tertinggi
Untuk menggenggamu sebelum pergi

Yang aku takut benar terjadi
Kau terbang menjauh pergi
Belum sempat aku bersamamu
Hanya pandangi cantikmu

Dada rasa sesal
Bergetar tangan yang mengepal
Pukul batang tanda kesal
Kau terbang tak terkawal

  @aryudananta

Cerita dalam Puisi


Aku menyukainya, Tuhan.
Cerita yang telah kau buatkan
Sedih tawa bergantian
Ada soal yang harus kukerjakan

Rangkaian cerita berurutan
Gerbong-gerbong saling bergandengan
Tertarik lokomotif dari depan
Ikuti rel yang terpapan

Aku menemukannya, Tuhan
Hal yang benar kuinginkan
Diujung suatu pekan
Sungai sapa lautan

Masih di taman yang sama
Di bangku ujung utara
Hanya genggam satu pena
Secarik kertas tanpa warna

Menulis sajak-sajak kecewa
Mereka tak jadi tiba
Hanya tengok dan berlalu
Tolak tetap melaju

Dua bait berlalu
Setelah beberapa syair pembuka
Datanglah sajak utama
Halaman tengah cerita

Ombak di tepi pantai
Tak pernah sampai
Seakan-akan hendak hadir
Hanya sentuh bibir

Seperti angin berlarian
Kencang tanpa tujuan
Hanya belai kulit sejenak
Nyaman, masa tak banyak

Mengulang bait ketiga
Aku menemukannya
Tak sekadar sapa berlari
Disini, tak berganti

Aku ingin kau tetap disini
Tuntun setiap langkahan kaki
Walau berjam satu inci
Sampai aku mampu berlari

Mari berlari bersama
Sampai ujung pada cerita
Hingga akhir bait ini
Teruskan di halaman berganti

@aryudananta

Rabu, 06 Maret 2013

waktu kau suara


Aku gagal dua kali
Dihukum empat kali
Harapnya bisa terbagi
Jauh dari mimpi

Aku selesai di kunci
Tak sama berlalunya hari
Kakiku menapak cepat
Dorong mereka merapat

Mengapa sekarang tak mampu
Coba ulangi hasil lalu
Hasil dekat empat angka
Paksa raksasa garuk kepala

Saat ditarik mendadak
Tengah hati hendak beranjak
Belum duduk di tempat nyaman
Tak dapat erat genggaman

Aku jatuh di jalan awal
Bukan kerana lemparan rudal
Lemah di lututku
Menyapa untuk batu

Di pertiakan ke dua
Belum penuh siapkan raga
Wasit selesai tarik pelatuk
Hadapkan wajah semula tunduk

Mereka berlari memabuk
Tanpa bunyi dalam sabuk                                                    
Belum penuh benar berlalu
Tinggalkan banyak debu

Tertepi, kembali bertepi
Teracun asap mereka berlari
Pemegang senapan tak percaya
Ada pencurang di lintas kita

Aku di sini
Menunduk sepi
Tanpa rekan sekali
Lalatpun pergi
Aku gagal dua kali
.
Esok harus kembali
Pertemuan korek untuk api
Turun di jalan peraduan
Cari garis akhiran

Aku cinta malam ini
Tahan angka tak ingin tidur
Masih terbuka tak mendengkur
Tahan mata buka catur

Tapi pukul hidup berputar
Terpaksa jalan walau sukar
Mengapa tetap datang fajar
Walau coba netra menghindar

Menyandari bangku tunggu
Nanti jadwal dalam waktu
Adu tak yakin berhasil madu
Ulang dingin pekan lalu

Warga neraka bisiki hati
“Kau tak bisa cepat berlari !”
“Jatuhkan semua mereka !”
“Atau gagalmu kembali tiba !”

Membuka otak tuk curang
Buat mereka tumbang
Aku akan menang
Pemutus tali terdepan

Tak lama seseorang datang
Anak tetangga nomor delapan
Dia bukan datang dari surga
Karena dia manusia

Dia tinggal kata untukku
Betapa miskin dirimu”
“Sengaja ambil haram”
“Hanya untuk satu menang”

“Kau bukan seperti mereka”
“Kau pernah juara”
“Tanpa alat benda tertentu”
“Hanya gunakan dirimu”

Dia katakan aku bisa
Tenang hati baja
Kuasai penuh arena
Kenali detil titiknya

Minta tetap  gunakan diriku
Bukan apapun selain itu
Jalan-jalan terobosan
Kapsul-kapsul kuatkan tahan
.
Peraduan bermula
Terdengar ledakan senjata
Berlari tergesa
Upayakan rendah bersama

Tanpa paksa tumbang
Berusaha tetap menang
Silangkan kaki lebih cepat
Jadikan depan mendarat

Ayunkan kaki tangan
Naikkan nafsu berduluan
Hanya kalahkan mereka
Tanpa ada buat cedera

Hanya mantapkan kaki
Jalan tikungpun ikuti
Diujung aku tiba
Sebelum mereka bernada

Dan aku menang!
Tanpa mistis tak ada curang
Berkat lisan-lisanmu
Sulut semangat dalam haru

Suguhkan rima ini padamu
Terimakasih kuatkan layu
Lisan lanjut ku tunggu

Terimalah kasihku, mana kelingkingmu?

Follow: @aryudananta on twitter

Sabtu, 02 Maret 2013

Poetry for Fatin


Mata masih terbuka lebar                                                                                              
Saat sabit bergilir fajar
Tetap memegang pena bergoyang
Walau pagi ‘kan menjelang

Aku menulis tentangmu
Tentang malam bersamamu
Indah penuh senyum
Nyaris tanpa lamun

Kau sangat anggun
Sang mawarpun tertegun
Sampai melati meminta ampun
Membuat para pria terhuyun

Nadamu kuasai seluruh ruang
Menarik suara setiap orang
Dengan lirik-lirik matang
Memaksa dia pergi menghilang

Kau bius empat juri
Untuk berikan ibu jari
Pastikan kursi yang aman
Hindari paksaan pulang

Dan kau lah Fatin.
Pelantun nada luar biasa
Suara itu hanya miliknya
Tak seorangpun ‘kan punya

Ternyata kau lah Fatin.
Kau membuatku yakin
Selamanya kau di panggung ini
Tak tergeser abad berganti

Kau memang Fatin.
Menginspirasi puluhan rima
Menulis sampai pagi buta
Habiskan banyak kertas dan pena

Ini untukmu, Fatin.
Sajak di malam dingin
Tercipta setelah tertuju mata
Setelah masuki gendang telinga

Karenamu, Fatin.
Aku ingin cepat terlelap
Bertemu denganmu sekejap
Walau dalam mimpi gelap

Harapku sebagai penyair
Aku ingin kau hadir
Lantunkan syair-syairku
Dengan nada-nada merdu

Meski rasa tak mungkin
Tapi aku tetap yakin
Kau akan baca rimaku
Buat nada-nada baru

Walau sekadar mimpi maya
Harapku menjadi nyata
Keajaiban itu pasti ada
Suatu masa ‘kan tiba

Made by: @aryudananta